Manusia adalah makhluk
Allah yang paling mulia dibandingkan dengan makhluk lain, bahkan dengan malaikat
sekalipun. Kemuliaan manusia nampak ketika Allah SWT berkehendak menciptakan
Adam sebagai Khalifah-Nya di muka bumi dengan misi beribadah kepada-Nya.
Kehendak Allah tersebut berdasarkan perencanaan yang sangat matang, sehingga
ketika para malaikat mempertanyakan rencana Allah tersebut, Allah menjawabnya:
“Sungguh Aku mengetahui apa yang
kalian tidak ketahui.” (Q.S. Al-Baqarah (2) :
30)
Namun kemuliaan itu sangat erat kaitannya dengan komitmen manusia itu
sendiri dengan menjaga perilakunya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
hubungannya dengan Allah, dengan sesama manusia, maupun dengan makhluk Allah yang lain. Karena
itu agar kemuliaan tetap terjaga, manusia harus tetap berperilaku yang baik (terpuji)
atau ber akhlaqul karimah. Sebagaimana Nabi bersabda
اكمل
المؤمنين احسنهم
خلقا ﴿رواه
الترمذى﴾
Artinya: “Orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik
akhlaknya.” (HR
Tirmidzi)
Akhlakul karimah atau akhlaq terpuji adalah perilaku atau perbuatan baik
yang tampak dalam kehidupan sehari-hari baik dalam hubungannya dengan sang
khaliq (Allah SWT), dengan sesama manusia dan dengan makhluk Allah yang
lainnya. Dan diantara akhlak yang terpuji adalah :
1. Husnuzzan kepada Allah SWT
2. Husnuzzan terhadap diri sendiri
3. Husnuzzan kepada sesama manusia
1.
HUSNUZZAN KEPADA ALLAH
a.
Pengertian
Husnuzzan kepada Allah
Husnuzzan artinya berprasangka baik atau biasa disebut positive thingking Husnuzzan kepada
Allah artinya berprasangka baik kepada Allah SWT. yaitu selalu meyakini bahwa
apa saja yang Allah berikan kepada manusia baik yang menyenangkan maupun yang
menyedihkan, pasti bermanfaat bagi menusia itu sendiri, Sebagaimana Firman-Nya
Artinya : “ .... Ya Tuhan Kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami
dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran ;
191)
Dan mengakui bahwa apa saja yang baik itu datangnya dari
Allah, sedangkan yang buruk adalah dari diri manusia itu sendiri.
Sebagaimana Firman-Nya :
Artinya : “Apa
saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang
menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri ... “ (QS.An-Nisa ; 79)
Lawan dari husnuzzan adalah su’uzzan biasa disebut dengan
negative thingking artinya
berprasangka buruk. Su’uzzan kepada Allah berarti berprasangka buruk kepada
Allah SWT, yaitu menganggap bahwa sumber segala bencana atau melapataka adalah
Allah, dan manusia yang bersifat seperti ini tidak akan pernak mensyukuri
nikmat Allah apapun bentuknya, sehingga tidak akan bisa hidup qana’ah.
Husnuzzan kepada Allah SWT merupakan salah satu dari
beberap macam keyakinan. Hal tersebut menurut keadaan manusia yang mengamalkan
terbagi menjadi dua golongan, yaitu yang bersifat khusus dan yang bersifat
umum. Yang termasuk khusus adalah golongan para ulama, orang-orang yang taat
dan dekat kepada Allah SWT. Bagi orang yang khusus mengetahui betapa Allah SWT
telah melimpahkan kasih sayang-Nya
kepada manusia dan dan makhluk lain dimuka bumi ini. Mreka telah merasakan
kenikmatan dari sifat rahman ddan rahimnya Allah SWT, ia mlihat semuanya adalah
anugerah dari Allah SWT juga., berprasangka baik (berhusnuzhan) ekpada Allah.
Ia tidak berkeluh kesah terhadap apa saja yang menimpanya, seumpama musibah
merenggut harta benda dan nyawa diri dan keluarganya. Ia menerima dengan syukur
dan penuh harapan kepada Allah, bahkan mengharap ridha Allah atas kejadian dan
peristiwa tersebut.
Husnuzhan orang wam kepada Allah SWT, karena mereka telah
erasakan dan menikmati pemberian Allah bagi dirinya dan alam semesta. Maka
timbullah ras syukur dan terima kasih yang tak terhingga kapada Allah dengan
diikuti kedekatan dan ketakwaan dalam ibadah dan amal.
Berprasangka baik kepada Allah merupakan salah satu dasar
utama manusia membangun hubungan dengan Allah SWT. Karena Allah SWT terhadap
hambanya seperti yang hambanya sangkakan kepada-Nya, kalau seorang hamba
berprasangka buruk kepada Allah SWT maka buruklah prasangka Allah kepada orang
tersebut, jika baik prasangka hamba kepada-Nya maka baik pulalah prasangka
Allah kepada orang tersebut. Sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh bukhari mempertegas hal ini,
Artinya : Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Nabi saw. bersabda : “Allah Ta’ala
berfirman : “Aku menurut sangkaan hambaKu kepadaKu, dan Aku bersamanya apabila
ia ingat kepadaKu. Jika ia ingat kepadaKu dalam dirinya maka Aku mengingatnya
dalam diriKu. Jika ia ingat kepadaKu dalam kelompok orang-orang yang lebih baik
dari kelompok mereka. Jika ia mendekat kepadaKu sejengkal maka Aku mendekat
kepadanya sehasta. jika ia mendekat kepadaKu sehasta maka Aku mendekat
kepadanya sedepa. Jika ia datang kepadaKu dengan berjalan maka Aku datang
kepadanya dengan berlari-lari kecil“. (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).
Orang yang berbaik sangka kepada Allah tentu meiliki akhlak yang baik
(sifat terpuji) karena selalu merasa dimana saja berada diawasi oleh Allah SWT..
Akhlak yang baik merupakan modal yang lebih berharga dibanding dengan modal
harta kekayaan. Selain itu akhlak yang baik dapat meninggikan derajat dan
martabat di hadapan manusia, sekaligus menyempurnakan iman kepada Allah SWT dan
mendekatkan hubungan kita kepada-Nya.
Rasulullah SAW dalam sebuah haditsnya mengingatkan kepada kita:
اكمل
المؤمنين احسنهم
خلقا ﴿رواه
الترمذى﴾
Artinya: “Orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik
akhlaknya.” (HR Tirmidzi)
Dengan demikian husnuzzan kepada Allah SWT dapat tumbuh dan berkembang pada
diri seseorang apabila dilandasi oleh aqidah atau keyakinan yang kuiat.
Diantara sikap yang harus diwujudkan sebagai dasar dalam berhusnuzzhan kepada
Allah adalah seperti berikut :
1). Meyakini bahwa allah itu Maha Esa ( Tauhid
) 2). Bertakwa kepada Allah SWT
3). Beribadah dan berdoa kepada
Allah
4). Berserah diri kepada Allah (tawakal)
5). Menerima dengan ihlas semua
keputusan Allah
b. Contoh-contoh
perilaku husnuzzan kepada Allah SWT.
Diantara sikap perilaku terpuji yang dilaksanakan oleh orang yang berbaik
sangka kepada Allah ialah syukur dan sabar.
1). Syukur
Kata syukur berasal dari bahasa Arab, yang artinya terima
kasih. Menurut istilah, syukur ialah berterima kasih kepada Allah SWT dan
pengakuan yang tulus atas nikmat dan karunia-Nya, melalui ucapan, sikap, dan
perbuatan.
Dengan kata lain syukur berarti mempergunakan nikmat
Allah menurut yang dikehendaki oleh Allah, dan dalam istilah populernya
dinamakan syukur nikmat. Sedangkan mempergunakan nikmat Allah tidak pada
tempatnya ; unpama mata untuk melihat hal-hal yang dilarang oleh Allah atau
yang haram, mulut untuk berbicara yang kotor, memperoleh rizki untuk berbuat
kemaksiatan, bukan dinamakan syukur, tetapi kufur nukmat.
Syukur seorang hamba kepada Allah adalah dengan memuji
dan menyebut serta mempergunakan nikmat itu. Kebaikan sesuai dengan maksud
Allah memberikan nikmat itu. Kebaikan seorang hamba kepada Tuhannya ialah
ketundukan dan kepatuhan terhadap perintah Tuhannya. Sedangkan kebaikan Tuhan
terhadap hamba-Nya ialah memberi nikmat itu dan memberikan taufik-Nya. Karena
itu dapat dikatakan bahwa syukur hamba yang sebenarnya ialah menuturkan dengan
lidahnya, mengakui dengn hatinya akan nikmat Tuhannya, dan mempergunakan nikmat
itu sesuai yang dikehendaki Tuhannya.
Dalam Al-Quran Allah
SWT. menegaskan bahwa apabila manusia mensyukuri nikmat-Nya, maka Ia akan
menambah nikmat itu, dan apabila manusia tidak berterima kasih atas nikmat-Nya,
Allah akan mengurangi atau mencabut nikmat itu dari manusia sebagai hukuman
kekufurannya. Sebagaimana firma-Nya :
Artinys : “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan : Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih” ( QS. Ibrahim ; 7 )
Pada umunya manusia itu
lalai dan tidak manyadari nilai nikmat yang telah dianugerahkan Allah
kepadanya, dan apabila nikmat itu telah dicabut oleh Allah dari padanya, maka
barulah ia merasakan serta menyadarinya. Seperti nikmat kesehatan, sehat
jasmani dan sehat rohani, dll dalam hidup dan kehidupannya. Allah berfirman :
Artinya : “Barangsiapa yang bersyukur Maka Sesungguhnya dia
bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya
Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". (QS. An-Naml ; 40 )
Cara bersyukur kepad Allah SWT ialah dengan menggunakan
segala nikmat karunia Allah SWT utnuk hal-hal yang diridai-Nya yaitu :
1). Bersyukur
dengan hati, ialah mengakui dan menyadari bahwa segala nikmat yang diperoleh
manusia, merupakan karunia Allah SWT semata.
2). Bersyukur
dengan lidah, ialah mengucapkan Alhamdulillah, atau dengan kalimat zikir yang
lain
3). Bersyukur
dengan amal perbuatan, ialah melaksanakan shalat, beribadah haji, berbakti
kepada kedua orang tua.
4). Bersyukur dengan harta benda,
ialah membelanjakan hartanya di jalan Allah
2). Sabar
Sabar (ash shabr) dapat
diartikan dengan “menahan” (al habs). Dari sini sabar dimaknai sebagai upaya
menahan diri dalam melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu untuk mencapai
rida Allah.
Perhatikan firman Allah berikut ini :
Artinya : “Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya,
mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada
mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan
kebaikan; orang-orang Itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), ( QS.
Ar-Ra’d ; 22 )
Untuk mengetahui sampai dimana kadar iman seseorang kepada Allah SWT, maka
Allah SWT selalu menguji, dan manusia tidak akan lepas dari segala ujian yang
menimpanya, baik musibah yang berhubungan dengan pribadi, maupun yang menimpa
pada sekelompok manusia atau bangsa. Terhadap semua ujian itu, maka hanya
sabarlah yang memancarkan sinar dan memelihara seorang muslim dari jatuh kepada
kebinasaan, memberikan hidayah dan menjaga dari putus asa..
Sabar adalah poros sekaligus asas segala macam kemuliaan akhlak. Muhammad
Al Khudhairi mengungkapkan bahwa saat kita menelusuri kebaikan serta keutamaan,
maka kita akan menemukan bahwa sabar selalu menjadi asas dan landasannya.
·
‘Iffah [menjaga kesucian diri] misalnya, adalah bentuk kesabaran
dalam menahan diri dari memperturutkan syahwat.
·
Syukur adalah bentuk kesabaran untuk tidak mengingkari nikmat
yang telah Allah karuniakan.
·
Qana’ah [merasa cukup dengan apa yang ada] adalah sabar dengan
menahan diri dari angan-angan dan keserakahan.
·
Hilm [lemah-lembut] adalah kesabaran dalam menahan dan
mengendalikan amarah.
·
Pemaaf adalah sabar untuk tidak
membalas dendam. Demikian pula akhlak-akhlak mulia lainnya. Semuanya saling
berkaitan. Faktor-faktor pengukuh agama semuanya bersumbu pada kesabaran, hanya
nama dan jenisnya saja yang berbeda.
Melatih kesabaran bisa melalui beberapa cara, antara lain:
·
Senantiasa mendekatkan
diri kepada Allah, dengan memperbanyak ibadah; salat, puasa, terutama membaca
ayat-ayat suci Alquran. Memperbanyak membaca Alquran bisa meredam nafsu
marah/emosi. (Ingat kisah masuk Islamnya Umar bin Khatob karena lantunan bacaan
ayat suci Alquran oleh saudara perempuannya)
·
Menghindari
kebiasaan-kebiasaan yang dilarang agama; bersikap kasar, menyebar fitnah, dan
perbuatan-perbuatan mungkar lainnya seperti minum-minuman keras, berjudi, dan
lain-lain.
·
Memilih lingkungan
pergaulan. Memilih bergaul dengan orang-orang yang mempunyai akhlak yang baik,
sabar dan senantiasa beribadah kepada Allah tentu akan lebih memberikan peluang
besar untuk mengikuti kebiasaan-kebiasaan baik mereka dibanding bergaul dengan
orang-orang yang mempunyai sifat-sifat sebaliknya
c. Cara mewujudkan Husnuzzan kepada Allah
Husnuzzan
kepadaAllah Swt. dapat diwujdkan dengan bersikap dan berperilaku sebagai
berikut :
·
Bila kita melakukan
sesuatu bersikap optimis, artinya usaha positif yang sedang dilakukannya dengan
cara tawakal kepada Allah akan memperoleh pertolongan Allah sehingga berhasil.
·
Berdoa kepada Allah atas
pengampunan dosa-dosanya, arinya seorang muslim yang telah berbuat salah tidak
berputus asa akan tetapi memohon langsung pengampunan kesalahan kepada Allah
SWT.
·
Berserah diri kepada
Allah SWT (tawakal)
·
Tidak berkeluh kesah
apalagi berputus asa apabila mendapat musibah, artinya jika telah mendapat
musibah, maka kita bersikap menyadari bahwa musibah itu merupakan ujian dari
Allah SWT
·
Bertakwa Kepada Allah
SWT.
2. HUSNUZZAN TERHADAP DIRI SENDIRI
Husnuzzan (Berprasangka baik) kepada diri sendiri artinya
senantiasa memandang positif (positive thingking) terhadap diri sendiri.
Meyakini dan berusaha menggali segala potensi kebaikan yang ada dalam diri kita
untuk kemudian memanfaatkan sebesar-besarnya untuk kehidupan.
Orang yang husnuzzan atau berbaik
sangka terhadap diri sendiri, tetntu akan berperilaku terpuji terhadap dirinya
sendiri, seperti percaya diri, gigih, berinisiatif, dan rela berkorban.
a. Percaya diri
Percaya diri atau biasa
disebut dengan istilah PD, harus dimiliki oleh orang-orang yang berakhlakul
karimah, karena percaya diri termasuk sikap yang terpuji. Dengan percaya diri
seseorang akan merasa yakin bahwa Allah SWT telah membekali kemampuan kepada
hamba-Nya agar nantinya menjadi khalifah Allah yang berguna baik bagi diri
sendiri maupun bagi orang lain, karena dengan percaya diri seseorang akan
berani mengeluarkan pendapat dan berani pula melakukan suatu tindakan.
Orang-orang yang mempunyai ilmu
pengetahuan yang tinggi dan ia memiliki percaya diri yang kuat, tentu akan
mengamalkan ilmunya dengan baik dan benar, sehingga akan bermanfaat bagi diri
sendiri dan juga bagi orang lain, tetapi sebaliknya jika orang berilmu
pengetahuan tinggi dan ia tidak
mempunyai percaya diri yang kuat, tentu akan memperoleh kerugian dan mungkin malah
bencana. Misalnya, seseorang yang memiliki ketrampilam mengemudi mobil, tetapi
ia tidak percaya diri (mider) maka bisa terjadi kecelakaan dan mencelakakan
orang lain.
Orang yang percaya diri, juga akan
melaksanakan kewajiban terhadap dirinya sendiri, misalnya akan menjaga
kesehatan jasmani dan rokhaninya, dan memelihara dari dari bencana yang akan
menimpanya.
b. Gigih
Dalam kamus bahas Isdonesia, kata gigih berasal dari bahasa Minagkabau yang
artinya keras hati, tabah, dan rajin. Menurut istilah gigih ialah usaha sekuat
tenaga dan tidak putus asa untuk mencapai sesuatu walau harus menghadapi
rintangan.
Manusi adalah termasuk makhluk yang
diwajibkan berusaha/ikhtiar dalam memenuhi hajat hidupnya, baik yang
berhubungan dengan hidup di dunia maupun hidup di akhirat. Sesuatu yang kita
harapkan tidak akan datang dengan sendirinya. Namun, hal itu harus diusahakan
dengan sungguh-sunggh, sepenuh hati, dan semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan. Uasaha dangan gigih adalah usaha dengan sungguh-sungguh, lahir dan
batin untuk mencapai hasil yang yang dicita-citakan. Usaha lahir artinya
berusaha sesuai dengan kemampuan tenaga, harta dan fikiran. Sedangkan usaha
batin adalah berdoa / memohon kepada Allah SWT agar diberi kemudahan dan
keberhasilan dari yang sedang diusahakan.
Sikap gigih yang disertai rasa
optimis termasuk akhlakul karimah, yang hendaknya diterapkan antara lain dalam
hal berikut :
1). Menuntut ilmu
Menuntut ilmu disamping
hukumnya wajib, ilmu juga akan bermanfaat bagi pemiliknya. Dan Allah SWT
berjanji akan mengangkat derajat orang yang memiliki ilmu pengatuah disamping
orang-orang yang beriman. Sebagaimana firman-Nya :
Artinya :
“... niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat ... . (QS. Al-Mujaadilah
; 11)
Ilmu pengetahuan itu
dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu ilmu pengetahuan tentang agama Islam (Ilmu Hal ) dan ilmu pengetahuan umum (Ilmu Ghairu Hal). Ilmu pengetahuan
tentang agama Islam memberikan pedoman hidup kepada umat manusia. Dengan
pedoman itu diharapkan manusia tidak menempuh jalan yang sesat dan menuju
kepada kebinasaan, tetapi sebaliknya dengan pedoman itu manusia akan menempuh
jalan yang lurus yang diridai oleh Allah SWT.
Ilmu pengetahuan umum bertujuan agar umat manusia dapat menggali, mengolah
dan memanfaankan kekayaan alam, baik yang ada di darat dan di laut, maupun yang
ada di udara.
Kedua macam ilmu
pengetahuan tersebut harus dipelajari secara sungguh-sungguh dan rajin dengan
dilandasi niat yang ikhlas karena Allah SWT, serta untuk memperoleh rida-Nya
dan rahmat-Nya. Bila kedua macam ilmu tersebut sudah dikuasai, dipahami dan
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, tentu akan menjadikan pemiliknya
memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak.
Rosululloh SAW bersabda
:
َمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ
فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ ﴿رواه مسلم ﴾
Artinya : “Barang siapa melewati jalan dimana ia menuntut ilmu pada jalan
itu, niscaya Allah memudahkan kapdanya jalan menuju sorga” (HR. Muslim)
2). Bekerja mencari
rizki yang halal
Orang Islam selain
berkewajiban menunaikan ibadah kepada Allah (salat), juga berkewajiban mencari
rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Seseorang yang mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya hasil usaha sendiri, kedudukannya di sisi Allah lebih baik
dari orang minta-minta, yang keberadaannya dalam hidupnya menjadi beban orang
lain.
Bekerja mencari rezeki
yang halal bisa melalui berbagai bidang usaha, misalnya : pertanian,
perkebunan, peternakan, perikanan, perdagangan, transportasi, perburuhan,
pertukangan dan perindustrian.
Bekerja dalam bidang-bidang usaha seperti tersebut hendaknya dilakukan
dengan gigih dan sungguh-sungguh dengan dilandasi niat yang ikhlas karena Allah
SWT untuk memperoleh rida dan rahmat-Nya. Insya Allah dengan cara seperti ini,
akan memperoleh hasil kerja yang optimal.
Perhatikan firman Allah berikut ini :
Artinya :
“... Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan ...” ( QS. Ar-Ra’du ; 11 )
3).
Berinisiatif
Berinisiatif artinya berfikir dan
bertindak dengan kesadaran sendiri tanpa menunggu perintah. Hal ini merupakan
perilaku yang terpuji karena sifat tersbut mampu berprakarsa melakukan kegiatan
yang positif serta menghindarkan sikap apriori. Dalam berinisiatif selalu
menggunakan nalar ketika bertindak di dalam berbagai situasi dan mampu
berprakarsa melakukan kegiatan yang bermanfaat baik untuk kepentingan sendiri
maupun orang lain.
Orang yang berinisiatif disebut inisiator, yaitu mereka
yang memiiki gagasan atau prakarsa untuk membangun atau mengerjakan sesuatu
yang baru dan positif guna kepentingan bersama.
Inisiatif yang positif dapat diterapkan dalam berbagai
bidang, seperti bidang pendidikan dan pengajaran, bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
bidang politik dan ekonomi, bidang keamanan dan ketertiban, bidang pertanian
dan perikanan, serta bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Orang mukmin yang memiliki pengetahuan yang tinggi dalam
bidang apapun, hendaknya memiliki banyak inisiatif, untuk kepentingan dan
kemajuan umat manusia, agar keadaan umat manusia terus meningkat kearah yang
lebih baik dan lebih maju. Misalnya melalui ilmu pengetahuan dan tekhnologi
dapat memprodusi alat-alat pertanian dan perikanan yang canggih, yang belum
ada, untuk meningkat hasil pertanian dan perikanan.
Upaya untuk menumbuhkan jiwa berinisiatif agar mampu
bersikap mandiri dapat ditempuh melalui barbagai cara sebagai berikut :
1. Bekerja
sesuai keadaan dan bakat masing-masing (QS. Al-Isra ; 84)
2. Bekerja
keras secara sungguh-sungguh ( QS. An-Nisa ; 100)
3. Tidak
ikut-ikutan tanpa dasar dan tanpa ilmu pengetahuan (QS. Al-Isra ; 36)
4. Senantiasa menggunakan akal dalam bertindak
(QS. Yunus ; 100)
5. Membiasakan perilaku kearah yang lebih baik
6. Mencari ide atau cara baru yang lebih baik
4). Rela berkorban
Rela berkorban maksudnya adalah bersedia dan ikhlas
memberikan sesuatu (tenaga, harta, ide/pemikiran) untuk kepentingan orang lain
atau masyarakat, meski kadang-kadang hal itu bisa membuat dirinya sendiri
menjadi susah atau menderita. Perilaku egois (mementingkan diri sendiri),
hedonis (mengutamakan kesenangan duniawi), dan materialistis (mementingkan
materi semata) adalah lawan dari sikap rela berkorban yang harus kita hindari.
Dalam Alquran dinyatakan
bahwa, jika ingin sampai kepada kebaikan yang
sempurna salah satunya adalah kita harus rela memberikan sebagian dari harta
benda kita untuk perjuangan membela agama, juga kepada fakir miskin.
Artinya : “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan
(yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai.
Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya“.(QS. Ali Imran ; 92).
3. HUSNUZZAN TERHADAP SESAMA MANUSIA
Husnuzzan kepada
sesama manusia maksudnya, senantiasa memandang dan berprasangka bahwa orang
lain tidak mempunyai maksud jahat kepada kita. Selalu mengedepankan dan memilih
untuk merespon positif segala sesuatu yang terjadi walau di tengah lingkungan
yang paling buruk sekalipun.
a. Contoh-contoh Perilaku husnuzzan Terhadap Sesama Manusia
Tindakan
seseorang sangat tergantung pada alam pikirannya. Jika alam pikiran seseorang
senantiasa dijejali oleh prasangka buruk, maka dalam pergaulan dan kehidupan
bermasyarakatnya akan selalu dipenuhi perasaan curiga pada orang lain,
seterusnya akan melahirkan sikap tertutup, tidak mau berbagi informasi dan
bekerja sama karena menganggap bahwa orang lain adalah musuh yang sangat
berbahaya. Pada akhirnya prasangka buruk (negatif) ini akan berdampak pada diri
sendiri juga, yaitu turunnya kinerja, karena tidak ada teman untuk berbagi dan
bekerja sama, peluang akan banyak terlewatkan karena orang lainpun akan
cenderung menjauh dari kita, bahkan bisa tersingkir dalam pergaulan.
Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa perilaku sebagai cerminan ¥usnu§an terhadap sesama
manusia antara lain akan terlihat dari sikap seseorang dalam memperlakukan
orang lain. Orang yang selalu ber¥usnu§an akan memperlakukan orang lain dengan
baik dan menghilangkan sikap curiga. Senang bekerja sama, bertukar pendapat,
dan terbuka, juga termasuk perilaku orang yang suka ber¥usnu§an kepada sesama
manusia.
b.
Praktik
Perilaku husnuzzan Terhadap Sesama Manusia
Agar hidup kita bisa tenang dan damai, orang di sekeliling kita juga merasa
tenang, damai, dan bahagia hidup bersama dengan kita maka
perilaku husnudzon terhadap sesama manusia amat penting untuk dipraktikkan. Karena prasangka
positif (husnudzon) terbukti secara efektif mampu merangsang seseorang untuk menunjukkan
sikap/perilaku dan prestasi terbaiknya. Berusahalah untuk
senantiasa menjadi motivator
bagi orang lain dalam menemukan
jati dirinya yang positif lewat prasangka positif (husnudzon) yang senantiasa kita lekatkan kepada mereka. Bantulah temanmu untuk
melihat dan menemukan hal-hal positif (mujur) di dalam dirinya. Mungkin
tulisannya yang indah, suaranya yang bagus, kepandaiannya melukis, atau yang
lainnya.
Pada hakikatnya, ketika kita berhasil untuk selalu Husnuzzan kepada Allah SWT, kemudian kepada diri
sendiri, maka untuk berhuusnuzan kepada sesama manusia sesungguhnnya akan
menjadi lebih mudah dilakukan.
Jika masing-masing orang mempraktikkan perilaku husnuzzan, baik husnuzzan kepada Allah, kepada diri
sendiri, dan kepada sesama manusia dalam kehidupan sesari-hari baik secara
pribadi, di keluarga, dan di masyarakat, insya Allah ketentraman, kedamaian,
dan kehidupan yang penuh rahmat dan kasih sayang akan bisa kita raih, dan pada
akhirnya akan mendapat rida dari Allah SWT di dunia dan di akhirat kelak.
Alangkah indah dan damainya jika setiap pribadi bisa menjadikan dirinya seperti
air, yang senantiasa mengalir dan memberi kesejukan bagi orang lain.
4. SIKAP TERPUJI TERHADAP MAKHLUK HIDUP SELAIN MANUSIA
Al-Quran dan Al-Hadits mengandung
nilai-nilai ajarang Islam yang sangat lengkap, ajaran tersebut menjadi pedoman
hidup dan mengatur berbagai segi kehidupan umat manusia. Selain ajaran akhlakul
karimah terhadap Pencipta alam semesta ini, terhadap sesama manusia, kita wajib
berakhlakul karimah kepada makhluk Allah yang lain. Ruang lingkup akhlakul
karimah mengatur juga tentang bagaimana seorang muslim melakukan komunikasi
atau bersikap terpuji terhadap tumbuh-tumbuhan, binatang, lingkungan alam, dan
terhadap makhluk ghaib.
a.
Sikap terpuji terhadap tumbuh-tumbuhan
Dengan diciptakan-Nya
tumbuh-tumbuhan merupakan anugerah yang sangat besar dari Allah SWT bagi
manusia, karena sebagian besar makanan
manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan, demikian pula makanan binatang-binatang
ternak, sebagian besar adalah tumbuh-tumbuhan yang bermacam-mcam jenisnya.
Perhatikan firman Allah berikut ini :
Artinya : “ Yang telah
menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagimu di
bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan
dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.”
( Q.S. Thaha : 53 )
Disamping itu, manusia
mendapat tugas dari Allah SWT untuk mengelola dan memakmurkan bumi, sebagaiman
dijelaskan dalam firman-Nya :
(
uqèd
Nä.r't±Rr&
z`ÏiB
ÇÚöF{$#
óOä.tyJ÷ètGó$#ur
$pkÏù
çnrãÏÿøótFó$$sù
¢OèO
(#þqç/qè?
Ïmøs9Î)
4ÇÏÊÈ
Artinya : “Dia telah menciptakan
kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya” (QS. Hud ; 61)
Allah SWT menciptakan segala jenis
tumbuh-tumbuhan dengan sengaja untuk kepentingan makhluk-Nya terutama umat
manusia, Dan ternyata hampir semua jenis tumbuh-tumbuhan sangat dibutuhkan
dalam kehidupan manusia, ada yang dijadikan bahan bangunan, dibuat obat-obatan,
untuk hiasan, untuk bahan makanan, untuk bahan membuat perkakas dan perabotan
rumah tangga, dan masih banyak lagi yang lainnya. Disamping itu tumbuh-tumbuhan
juga sangat bermanfaat untuk keindahan lingkungan, dan juga sebagian ada yang
dijadikan makanan ternak peliharaan seperti kambing, sapi, kerbau dan
lain-lain.
Mengingat betapa besar manfaat dari
berbagai jenis tumbuh-tumbuhan tersebut, maka sudah selayaknya manusia
bertanggung jawab dan berkewajiban untuk merawat nya, menyayangi, dan
melestarikannya. Terutama tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan bahan makanan
seperti padi, jagung, gandum selalu membutuhkan perawatang yang intensif.
b.
Sikap terpuji terhadap binatang (hewan)
Sebagaimana tumbuh-tumbuhan,
binatang juga diciptakan untuk kepentingan hidup umat manusia. Berbagai jenis binatang ciptaan
Allah, ada yang jinak, ada yang liar, ada yang buas, ada yang hidupnya di laut,
ada yang di darat dan yang terbang di angkasa. Semua jenis binatang itu sengaja
diciptakan Allah SWT untuk kemanfaatan makhluk-Nya, terutama umat manusia.
Diantara binatang-binatang itu ada
yang dipelihara dan diternakkan manusia, karena kemanfaatannya yang langsung
dirasakan seperti ayam, itik, kambing, sapi, kerbau, kuda, lebah dsb.
Manfaat-manfaat binatang ternak tersebut ada yang dimakan dagingnya, diminum susunya, bulunya untuk pakaian,
kulitnya untuk sepatu, tas, jaket. Lebah menghasilkan madu untuk obat, bahkan
kotoran binatang masih bisa dimanfaatkan yaitu untuk pupuk tanaman.
Cara mnyeyangi binatang-binatang itu antara lain :
1). Hewan-hewan
piaraan hendaknya diperlakukan dengan baik, misalnya dibuatkan tempat atau
kandang yang layak, diberi makan dan minum yang cukup, diobati kalau sakit, kalau kendak disembelih
atau dibunuh hendahlah disenbelih atau dibunih dengan cara yang baik pula.
2). Binatang
yang kebetulan membutuhkan pertolongan hendaknya ditolong. Dalam sebuah hadits
dari Abu Hurairoh ra yang diriwayatkan oleh Muslim dijelaskan bahwa seseorang
yang memberi minum seekor anjing yang hampir mati kehausan, memperoleh pahala
dan ampunan dosa dari Allah SWT.
3). Jangan
melakukan penyiksaan-penyiksaan terhadap binatang. Rosulullah SAW melarang
umatnya menyiksa induk burung dengan mengambil anaknya, dan juga melarang
menjadikan anak burung sebagai bahan mainan, melarang menjadikan binatang
sebagai sasaran dalam latihan memanah, larangan untuk memberi cap atau tanda
dengan besi yang dibakar pada binatang dan melarang untuk mengurung kucing
tanpa diberi makan sampai mati kelaparan.
4). Binatang
ternak yang akan dimakan dagingnya tentu harus disembelih lebih dahulu.
Menyembelih hewan pun ada peraturannya agar hewan yang disembelih tidak
tersiksa. Diantara peraturan tersebut antara laian, ketika akan menyembilih
hendaknya memakai alat yang tajam, dan sebelum disembelih, binatang tersebut
hendaknya diberi makan sampai kenyang. Ketika menyembelih jangan lupa menyebut
nama Allah agar digingnya halal dimakan. Semua ini menunjukkan sikap perilaku
baik kita kepada binatang.
Perhatikan sabda Rasulullah SAW.
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ
فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ
شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ ﴿رواه مسلم ﴾
Artinya : “ Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku baik atas segala sesuatu,
maka apabila kamu membunuh (hewan) hendaklah membunuh dengan baik, dan apabila
kamu menyembelih maka sembelihlah dengan baik, dan hendaklah kamu menajamkan
pisaumu, dan hendaklah binatang sembelihan itu disenangkan (dengan cara
memberimakan sebelum disembelih)” (HR. Muslim)
c.
Sikap terpuji Terhadap Lingkungan Alam
Agama Islam adalah rahmat Allah untuk semesta alam yang
artinya rahmat tersebut bukan hanya untuk manusia saja tetapi juga untuk
makhluk hidup selain manusia yaitu alam dan lingkungan hidup.
Berakhlak kepada lingkungan hidup adalah menjalin dan
mengembangkan hubungan yang harmonis dengan alam sekitar. Alam dan lingkungan
yang terkelola dengan baik dapat memberi manfaat yang berlipat-lipat.
Sebaliknya, alam yang dibiarkan atau hanya di ambil manfaatnya akan
mendatangkan mala petaka bagi manusia. Kita dapat menyeksikan dengan jelas
bagaimana akibat yang ditimbulkan oleh akhlak yang buruk terhadap lingkungan
seperti hutan yang di eksploitasi tanpa batas sehingga melahirkan mala petaka
kebakaran hutan yang menghancutkan tanaman hutan dan habitat hewan-hewannya.
Ekploitasi kekayan laut tanpa memperhitunggkan kelestarian ekologi laut telah
menimbulkan kerusakan hebat, baik habitat hewan maupun tumbuh-tubuhannya. Sayangnya semua itu dilakukan semata-mata
untuk mengejar keuntungan ekonomi yang bersifat sementara, namun akibatnya
mendatangkan kerusakan alam yang parah dan tidak bisa direhabilitasi dalam
waktu puluhan bahkan ratusan tahun.
Kerusakan alam dan ekosistem di lautan dan di daratan
terjadi akibat manusia tidak menyadari sifatnya yang sombong, egois, rakus, dan
angkuh yang merupakan bentuk akhlak terhadap lingkungan yang sangat buruk dan tidak terpuji. Padahal
tujuan diangkatnya manusia sebagai khalifah di muka bumi yaitu sebagai wakil
Allah yang seharusnya bertugas mamakmurkan, mengelola, dan melestarikn alam.
Perkatikan Firman Allah SWT Q.S. Ar Rum : 41 :
Artinya : telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
d.
Sikap Terpuji terhadap Makhluk Gaib
Dengan Qudrat dan Iradat-Nya Allah SWT telah menciptakan
makhluk yang tampak dilihat dengan mata (syahadah) seperti manusia, binatang,
tumbuh-tumbuhan, dsb, dan juga telah menciptakan makhluk yang tidak tampak oleh
penglihatan mata (gaib) seperti malaikat, jin, setan dan iblis.
Jin adalah termasuk makhluk gaib yang keberadaannya wajib
kita imani, karena Allah SWT menciptakannya dengan tujuan untuk beribadah.
Sebagaimana Firman-Nya :
Artinya : “ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. “ (QS Az-Zariyat ; 56)
Perlu kita ketahui bahwa selain ada jin yang taat dan patuh
kepada Allah SWT, ada pula jin yang tidak patuh dan tidak taat kepada Allah
SWT, diantaranya adalah iblis atau setan. Keduanya adalah makhluk Allah SWT yang asalnya
diciptakan dari api yang sngat panas, jauh sebelum diciptakannya Nabi Adam as.
RANGKUMAN
Ø Husnuzzan artinya berbaik sangka, yang keblikannya adalah suuzan. Keduanya
merupakan bisikan jiwa yang akan melahirkan sikap, ucapan dan perbuatan nyata.
Husnuzzan merupakan sikap mental terpuji, yang mendorong pemiliknya untuk
bersikap, bertutur kata, dan berbuat yang baik dan bermanfaat. Sedangkan suuzan
termasuk sikap mental tercela yang mendorong pemiliknya untuk bersikap dan
berperilaku buruk yang merugikan
Ø Husnuzzan hendaknya diterapkan dalam hubungan manusia dengan Allah SWT,
dengan dirinya sendiri, dan dengan sesama manusia.
Posting Komentar