1. Al-Qur'an
Menurut bahasa Al-Qur'an berarti "bacaan" (dari
asal kata" قرأ” ).
Menurut istilah Al-Qur'an ialah
"kumpulan wahyu Allah SWT, yang yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw, dengan perantaraan malaikat Jibril yang dihimpun dalam sebuah
kitab suci untuk menjadi pedoman hidup
bagi manusia dan membacanya
termasuk ibadah". Al-Qur'an merupakan sumber hukum Islam yang pertama dan
utama. Sebagaimana firman Allah SWT, :
Artinya
: " Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasulNya
serta ulil amri diantaramu ". ( An-Nisa:59 )
Sebagai sumber hukum Islam Al-Qur'an
mengandung 3 pokok pengetahuan hukum yang mengatur tentang kehidupan umat manusia yaitu :
a. Hukum yang berkaitan dengan aqidah, yakni ketetapan
tentang wajib beriman kepada Allah SWT, Malaikat, kitab-kitab-Nya, para Rasul,
hari akhir dan takdir.
b. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlaq (budi pekerti),
yaitu ajaran agar seorang muslim memiliki sifat mulia dan menjauhi sifat
tercela.
c. Hukum yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia yang
terdiri dari ucapan, perbuatan, perjanjian dan lain-lain. Hukum yang berkaitan
dengan amal perbuatan ini terbagi menjadi dua
yaitu :
Ø
Yang mengatur tindakan manusia dalam
hubungannya dengan Allah SWT, yang disebut ibadah. Seperti sholat,
puasa, haji, nadzar, sumpah dan lain-lain.
Ø
Yang mengatur tindakan manusia baik
individu atau kelompok yang disebut dengan muamalah (amal
kemasyarakatan). Seperti perjanjian, hukuman (pidana), ekonomi, pendidikan,
pernikahan dan semacamnya.
Fungsi dan Kedudukan
Al-Qur'an.
a.
Sebagai
mu'jizat Nabi Muhammad saw.
b.
Sebagai
dasar dan sumber hukum Islam yang pertama.
c.
Sebagai
pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia.
d.
Sebagai
pembawa berita gembira dan kebenaran yang mutlak.
e.
Sebagai
obat penawar hati bagi orang-orang yang beriman.
f. Membenarkan dan
menyempurnakan kitab-kitab terdahulu.
2. Al-Hadits
Hadits menurut bahasa artinya "perkataan".
Menurut istilah hadits ialah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, baik
berupa perkataan, perbuatan atau ketetapan (taqrir) Nabi. Bersadarkan definisi
tersebut, maka hadits dibagi menjadi 3 bagian yaitu hadits qouliyah (perkataan
Nabi saw;), hadits fi'liyah (perbuatan Nabi saw;) dan hadits taqriri (katetapan
Nabi saw;). Sedangkan menurut kwalitasnya hadits di bagi menjadi 2 bagian :
a. Hadits maqbul
(dapat diterima sebagai pedoman) yang mencakup hadits shoheh dan hadits hasan.
b. Hadits mardud
(tidak dapat diterima sebagai pedoman) yang mencakup hadits dhaif (lemah) dan
hadits maudlu' (palsu).
Usaha seleksi diarahkan kepada 3 unsur hadits yaitu :
a. Matan (isi
hadits). Suatu isi hadits dapat dinilai baik apabila tidak bertentangan dengan
Al-Qur'an, hadits lain yang lebih kuat, fakta sejarah dan prinsip-prinsip ajaran
Islam.
b. Sanad (persambungan
antara pembawa dan penerima hadits).Sanad dapat dinilai baik apabila antara
pembawa dan penerima benar-benar bertemu bahkan berguru.
c. Rowi (orang
yang meriwatkan hadits). Seorang dapat diterima haditsnya apabila memenuhi
syarat-syarat :
1) Adil yaitu orang Islam yang baligh dan jujur, tidak pernah
berdusta dan membiasakan berbuat dosa.
2) Afidh yaitu kuat hafalannya atau mempunyai catatan pribadi
yang dapat dipertanggung jawabkan.
Hadits
merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an, sebagaimana firman Allah SWT:
Artinya : "Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka
terimalah ia, dan apa yang dilarangnya bagimu
maka tinggalkanlah". (Al-Hasyr : 7)
Kedudukan dan Fungsi Hadits Sebagai
Sumber Hukum Islam.
a. Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur'an.
Misalnya
: Allah SWT, berfirman yang artinya : "Dan jauhilah perkataan-perkataan
dusta ". (al-Hajj:30). Kemudian
firman Allah SWT, tadi dikuatkan oleh hadits yang artinya : "Awas!
jauhilah perkataan dusta". (HR. Bukhori Muslim).
b. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat
Al-Qur'an yang masih bersifat umum.
Contoh:
Allah SWT, berfirman yang artinya: "Diharamkan bagimu memakan bangkai,
darah dan daging babi". (Al-Maidah:3).
Kemudian Rasulullah saw, menjelaskan
bahwa ada bangkai yang boleh dimakan yaitu ikan dan belalang. Seperti sabda
Nabi saw, yang artinya : "Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan
dua macam darah, adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalang, sedang dua macam
darah adalah hati dan
limpha". (HR. Ibnu Majah).
c. Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam
Al-Qur'an.
Misalnya
cara menyucikan bejana yang dijilat anjing. Rasulullah saw, bersabda yang
artinya : "Sucikanlah bejanamu
yang dijilat anjing, dengan menyucikan sebanyak tujuh kali
salah satunya dicampur dengan tanah". (HR. Muslim).
3. Ijtihad
Ijtihad ialah
berusaha keras atau bersungguh-sungguh untuk
memecahkan suatu masalah yang
tidak ada ketetapannya baik dalam Al-Qur'an maupun Al-Hadits, serta berpedoman
kepada cara-cara menetapkan hukum yang telah ditentukan. Ijtihad dapat
dijadikan sebagai sumber hukum Islam yang ketiga. Landasannya berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Shahabat Nabi Saw
Muadz ibn Jabal ketika diutus ke Yaman sebagai berikut :
“Dari Muadz ibn Jabal ra bahwa Nabi Saw ketika mengutusnya ke Yaman, Nabi
bertanya: “Bagaimana kamu jika dihadapkan permasalahan hukum? Ia berkata: “Saya
berhukum dengan kitab Allah”. Nabi berkata: “Jika tidak terdapat dalam kitab
Allah” ?, ia berkata: “Saya berhukum dengan sunnah Rasulullah Saw”. Nabi
berkata: “Jika tidak terdapat dalam sunnah Rasul Saw” ? ia berkata: “Saya akan
berijtihad dan tidak berlebih (dalam ijtihad)”. Maka Rasul Saw memukul ke dada
Muadz dan berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah sepakat dengan utusannya
(Muadz) dengan apa yang diridhai Rasulullah Saw”. (HR.Tirmidzi)
Hal yang demikian dilakukan pula oleh Abu Bakar ra apabila terjadi kepada
dirinya perselisihan, pertama ia merujuk kepada kitab Allah, jika ia temui
hukumnya maka ia berhukum padanya. Jika tidak ditemui dalam kitab Allah dan ia
mengetahui masalah itu dari Rasulullah Saw,, ia pun berhukum dengan sunnah
Rasul. Jika ia ragu mendapati dalam sunnah Rasul Saw, ia kumpulkan para
shahabat dan ia lakukan musyawarah. Kemudian ia sepakat dengan pendapat mereka
lalu ia berhukum memutus permasalahan.
Bentuk-bentuk Ijtihad.
a. Ijma’, yaitu
kesepakatan pendapat para ahli mujtahid dalam segala zaman mengenai hukum
syari'ah. Misalnya: Kesepakatan para ulama dalam membukukan Al-Qur'an pada
waktu kholifah Usman bin Affan.
b. Qias, yaitu
menetapkan suatu hukum terhadap suatu masalah yang tidak ada hukumnya dengan
kejadian lain yang ada hukumnya karena eduanya terdapat persamaan illat
(sebab-sebabnya). Misalnya: Menyamakan hukum minum bir dan wisky adalah haram
diqiaskan dengan munum khamr yang sudah jelas hukumnya dalam Al-Qur'an.
c. Istikhsan, yaitu
menetapkan suatu hukum terhadap masalah ijtihadiyah berdasarkan prinsip-prinsip
kebaikan. Misalnya: Dokter laki-laki melihat aurot wanita yang bukan muhrimnya
saat wanita tersebut akan melahirkan anaknya.
d. Masholihul Mursalah,
yaitu menetapkan suatu hukum terhadap suatu masalah ijtihadiyah atas dasar
kepentingan umum. Misalnya: pengenaan pajak terhadap orang-orang kaya.
A.
HUKUM TAQLIFI
Pengertian.
Hukum taqlifi
ialah khitab (titah) Allah SWT atau sabda Nabi Muhammad SAW yang mengandung
tuntutan, baik perintah melakukan atau larangan. Hukum taqlifi ada lima bagian
yaitu :
1.
Ijab, artinya mewajibkan atau khitab (firman Allah) yang
meminta mengerjakan dengan tuntutan yang pasti.
2.
Nadab (anjuran), artinya menganjurkan atau khitab yang
mengandung perintah yang tidak wajib dituruti.
3.
Karohah (memakruhkan) yaitu titah/ khitab yang
mengandung larangan, tetapi tidak harus dijauhi.
4.
Ibahah (membolehkan), yaitu titah/khitab yang
membolehkan sesuatu untuk diperbuat atau ditinggalkan.
Adapun yang
berhubungan dengan hukum taqlifi antara lain :
- Mahkum ‘alaihi (yang dikenai
hukum) ialah orang mukallaf yakni orang-orang muslim yang sudah dewasa dan
berakal, dengan syarat ia mengerti apa yang dijadikan beban baginya. Orang
gila, orang yang sedang tidur nyenyak, anak yang belum dewasa dan
orang-orang yang terlupa tidak dikenai taklif (tuntutan). Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW :
Artinya: “Pena itu
telah diangkat (tidak dipergunakan untuk mencatat) amal perbuatan 3 orang : (1)
orang yang tidur hingga ia bangun, (2) anak-anak hingga ia dewasa dan (3) orang
gila hingga ia sembuh kembali”. (Hr. Ashabus Sunan dan Hakim)
Demikian pula orang
yang lupa disamakan dengan orang yang tidur yang tidak mungkin mematuhinya apa
yang ditaqlifkan.
- Hakim (yang
menetapkan hukum) ialah Allah SWT dan yang memberitahukan hukum-hukum
Allah SWT adalah para rasulNya. Dan sesudah seruan sampai kepada yang di
tuju maka syariatnya menjadi hukum.
- Mahkum
bihi
(yang dibuat hukum) yaitu perbuatan mukallaf yang berhubungan
(bersangkutan) dengan hukum yang lima yang masing-masing adalah :
1.
Yang
berhubungan dengan ijab dinamai wajib.
2.
Yang
berhubungan dengan nadab dinamai mandub/sunah.
3.
Yang
berhubungan dengan tahrim dinamai haram.
4.
Yang
berhubungan dengan karohah dinamai haram.
5.
Yang
berhubungan dengan ibahah dinamai mubah.
Dari kelima hukum
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1)
Wajib, ialah suatu yang harus dikerjakan dan pelakunya mendapat
pahala, bila ditinggalkan maka pelakunya mendapat dosa. Adapun macam-macam
wajib adalah sebagai berikut :
Ø
Wajib
Syar’i yaitu suatu ketentuan yang apabila
dikerjakan mendatangkan pahala dan bila tidak dikerjakan berdosa.
Ø
Wajib Aqli yaitu suatu ketetapan hukum yang harus diyakini kebenarannya
karena masuk akal dan rasional.
Ø
Wajib
‘Aini yaitu suatu ketetapan yang harus
dikerjakan oleh setiap muslim seperti : sholat 5 waktu, puasa bulan ramadhan,
sholat jum’at dan lainnya.
Ø
Wajib
kifayah yaitu suatu ketetapan apabila telah
dikerjakan oleh sebagian muslim maka muslim yang lain terlepas dari kewajiban,
seperti mengurus jenazah.
Ø
Wajib
Mu’ayyanah yaitu suatu keharusan yang telah
ditetapkan macam tindakannya seperti wajibnya berdiri dalam sholat bagi yang
mampu.
Ø
Wajib mutlaq yaitu suatu kewajiban yang
tidak ditentukan waktu pelaksanaan-nya, seperti membayar denda sumpah.
Ø
Wajib Aqli
Nadzari yaitu kewajiban mempercayai suatu
kebenaran dengan memahami dalil-dalilnya atau penelitian yang mendalam, seperti
mempercayai eksistensi Allah SWT.
Ø
Wajib Aqli
Dharuri yaitu kewajiban mempercayai suatu
kebenaran dengan sendirinya tanpa dibutuhkan dalil-dalil tertentu.
2)
Haram, ialah sesuatu yang apabila dilakukan
pelakunya mendapat dosa dan bila ditinggalkan
pelakunya mendapat pahala. Dengan
demikian secara sederhana dapat dikatakan bila ditinggalkan perbuatan itu
pelakunya akan mendapat pahala dan bila dilaksanakan berdosa. Haram ada dua
macam, yaitu:
a. Haram li-dzatihi, yaitu perbuatan
yang diharamkan oleh Allah, karena bahaya tersebut terdapat pada perbuatan itu
sendiri. Sebagai contoh makan bangkai, minum khamr, berzina, dll.
b. Haram li-ghairi/aridhi, yaitu perbuatan yang dilarang oleh syariat dimana adanya larangan tersebut bukan terletak pada perbuatan itu sendiri, tetapi perbuatan tersebut dapat menimbulkan haram li-dzatihi. Sebagai contoh jual beli memakai riba, melihat aurat wanita, dll
b. Haram li-ghairi/aridhi, yaitu perbuatan yang dilarang oleh syariat dimana adanya larangan tersebut bukan terletak pada perbuatan itu sendiri, tetapi perbuatan tersebut dapat menimbulkan haram li-dzatihi. Sebagai contoh jual beli memakai riba, melihat aurat wanita, dll
3) Mubah, ialah
sesuatu yang apabila dilakukan dan ditinggalkan tidak berdosa.
4) Sunat atau Mandub,
ialah sesuatu yang apabila dikerjakan pelakunya mendapat pahala dan bila ditinggalkan tak berdosa.
Adapun macam-macam suant adalah sebagai berikut :
Ø
Sunat Muakkad yaitu sunat yang
sangat dianjurkan, seperti sholat Idhul Fitri dan Idhul Adha.
Ø
Sunat Ghoiru Muakkad yaitu suant
biasa seperti memberi salam.
Ø
Sunat Hae’at yaitu sunat yang
sebaiknya dikerjakan seperti mengangkat tangan ketika takbir dalam sholat.
Ø
Sunat Ab’at yaitu perkara-perkara
yang kalau terlupakan harus mengganti dengan sujud syahwi.
5) Makruh, ialah
sesuatu yang apabila dikerjakan pelakunya tidak berdosa tetapi bila
ditinggalkan pelakunya mendapat pahala.
Kedudukan dan
Fungsi Hukum Taqlifi.
Kedudukan hukum
taqlifi dalam Islam adalah untuk mengetahui hukum-hukum syara’ yang berhubungan
dengan amal perbuatan mukallaf, baik yang menyangkut wajib, sunat,haram, mubah,
syah dan tidaknya suatu perbuatan. Disamping itu juga untuk memahami
kaidah-kaidah yang dipergunakan untuk mengeluarkan hukum dari dalil-dalil hukum
yakni kaidah-kaidah yang menetapkan dalil hukum. Hukum-hukum tersebut bersumber
dari Al-Qur’an, Hadits, Ijmak dan Qias.
B.
PENGERTIAN DAN HIKMAH IBADAH
Ibadah berasal dari kata ‘Abdun yang berarti
hamba. Sedangkan arti secara harfiah adalah rasa tunduk, melakukan pengadian
(penghambaan), merendahkan diri dan istikhanah. Jadi tugas yang paling esensial
dari seorang hamba Tuhan adalah mengabdi dan beribadah kepadaNya. Secara
terminologi ibadah ialah usaha mengikuti hukum-hukum dan aturan-aturan Allah
SWT serta menjalankannya dalam kehidupan sesuai dengan perintahNya mulai dari
aqil baligh sampai meninggal. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat
Adz-Dzariat : 56
Artinya : “Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.
(Adz-Dzariat : 56 )
Ibadah merupakan
bagian integral dari syariah, apapun yang dilakukan manusia harus bersumber
dari syaria’ah Allah SWT dan rasulNya.Ibadah tidak hanya sebatas menjalankan
rukun Islam tetapi ibadah juga berlaku pada semua aktifitas duniawi yang
didasari rasa ikhlas. Oleh karena itu ibadah terdapat 2 klasifikasi yaitu :
1.
Ibadah
Khusus (ibadah mahdhah) yaitu ibadah yang langsung berhubungan kepada
Allah SWT atau ibadah yang berkaitan dengan arkanul Islam seperti syahadat,
sholat, puasa dan haji.
2.
Ibadah
Amm/umum (ibadah ghoiru mahdhah) yaitu segala aktivitas yang titik
tolaknya ikhlas dan ditujukan untuk mencapai ridho Allah SWT berupa amal shaleh.
Perbedaan antara
ibadah khusus dan umum terletak pada perbedaan sebagaimana dinyatakan dalam
ilmu Ushul Fiqh yang berbunyi : Bahwa ibadah dalam arti khusus semuanya
dilarang kecuali yang diperintahkan dan di contohkan, sedang ibadah dalam arti
umum semuanya dibolehkan kecuali yang dilarang.
Ibadah-ibadah lain
yang berhubungan dengan rukun Islam antara lain :
1.
Ibadah badani (fisik) seperti : bersuci yang meliputi ;
wudhu, mandi, tayamum, cara menghilangkan najis, istinjak dan semacamnya,
adzan, iqomah, I’tikaf, do’a, membaca sholawat, tasbih, istighfar, khitan dan
lain-lain.
2.
Ibadah Maliyah (harta) seperti : qurban, aqiqoh, wakaf,
fidyah, hibah dan lain-lain.
3.
Muamalah,
yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan lainnya, seperti: jual
beli, dagang, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, syirkah, simpanan, pengupahan,
utang-piutang, wasiat, warisan dan
lain-lain.
4.
Munakahat, yaitu peraturan yang mengatur seseorang
dengan orang laindalam hubunga berkeluarga. Seperti : pernikahan, perceraian,
pengaturan nafkah, penyusuan, pemeliharaan anak, pergaulan suami istri,
meminang, khulu’, lian, dzihar, walimah, wasiat dan lain-lainnya.
5.
Jinayat, yaitu pengaturan yang menyangkut pidana,
seperti : qishosh, diyat, kifarat, pembunuhan, zina, minuman keras, murtad,
khianat dan lainnya.
6.
Siyasah, peraturan yang menyangkut masalah-masalah
kemasyarakatan (politik), diantaranya: ukhuwah (persaudaraan), musyawarah,
‘adalah (keadilan), ta’awun (tolong-menolong), hurriyah (kebebasan), tasamuh
(toleransi), takaful ijtimak (tanggung jawab social), zi’amah (kepemimpinan),
pemerintahan dan lainnya.
7.
Akhlak, yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi.
Seperti : syukur, sabar tawadhu’, pema’af, tawakal, istiqomah, saja’ah, birrul walidain
dan lainnya.
8.
Peraturan-peraturan
lainnya, seperti: makanan, minuman, sembelihan, berburu, nadzar, pemberantasan
kemiskinan, pemeliharaan anak yatim, masjid, da’wah dan lainnya.
Adapun hikmah ibadah
itu antara lain sebagai berikut :
1.
Untuk
memelihara agama (hifzh ad-din), dengan cara menunaikan arkanul Islam,
memelihara agama dari seranga musuh, memelihara jiwa yang fitri sehingga tidak
kehilangan esensinya.
2.
Untuk
memelihara jiwa (hifzh an-nafs) dengan cara memenuhi hak hidup
masing-masing anggota masyarakat sesuai dengan aturan yang berlaku. Oleh karena
itu perlu adanya hokum pidana (qishosh) terhadap orang yang melanggar ketentuan
ini.(Q.S. Al-Maidah : 32, An-Nisa’ : 93, Al-Isra’ : 31, Al-An’am :151,
Al-Baqoroh : 178-179).
3.
Untuk
memelihara akal fikiran (hifzh al-‘aql) dengan cara menggunakan akal
yang dimilikinya sebagaimana mestinya, seperti memikirkan kekuasaan Allah SWT
tentang penciptaan dirinya, alam maupun yang lainnya serta menghindarkan dari
perbuatan yang dapat merusak daya fikirnya seperti minum minuman keras, narkoba
dan semacamnya. Uraian ini dapat dilihat pada surat Al-Maidah : 90, Yasin :
60-62, Al-Qoshosh : 60, Yusuf : 109 dan masih banyak lagi.
4.
Untuk
memelihara keturunan (hifzh an-nasl) dengan cara mengatur pernikahan dan
pelarangan pelecehan seksual seperti zina, kumpul kebo, homo seks, lesbian yang
semuanya dapat merusak keturunan. Uraian ini dapat dilihat pada surat An-Nur :
2-9, Al-Isro’ : 32, Al-Ahzab : 49, At-Thalaq : 1-7, An-Nisa : 3-4.
5.
Untuk
memelihara kehormatan harta benda (hifzh al-‘ird wal amwal) dengan cara
mencari rizki yang halaluntuk memenuhi kebutuhan hidup dan mengharamkan segala
macam bentuk riba, perampokan, penipuan, pencurian, ghosob dan semacamnya.
Rizki yang halal dapat berpengaruh terhadap kebersihan hati dan ikhlas
menjalankan ibadah sebaliknya harta yang haram dapat mengakibatkan malas
beribadah serta kekotoran hati. Hal ini dapat dilihat dalam surat An-Nur :
19-21, 27-29, Al-Hujurot : 11-12. Al-Maidah : 38-39, Ali Imron : 130 dan
Al-Baqoroh : 188, 275-284.
Adapun yang termasuk ibadah mahdah (ibadah
khusus) itu antara lain :
a.
Sholat
Menurut bahasa sholat berarti do'a. Sedang menurut istilah
sholat ialah sistem peribadatan yang tersusun dari beberapa
perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbiratul ikhrom dan
diakhiri dengan salam berdasarkan atas syarat dan rukun tertentu. Sholat
diwajibkan sebanyak 5 kali dalam sehari semalam. Perintah sholat diturunkan
pada waktu isro' dan mi'raj Nabi
Muhammad saw., setahun sebelum hijrah ke Madinah.
Sholat mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam agama
Islam. Adapun kedudukan sholat dalam agama Islam adalah sebagai berikut :
-
Sholat
Sebagai Tiang Agama.
Sholat mempunyai
kedudukan yang sangat penting bagi manusia yang bertaqwa kepada Allah
swt. Rasulullah saw., bersabda :
Artinya : "Sholat adalah tiang agama, barang siapa yang
mendirikan sholat berarti
mendirikan agama, barang
siapa yang meninggalkannya berarti ia telah
menghancurkan agama". (HR. Baihaqi)
- Sholat Sebagai
Amalan Ibadah Yang Pertama dan Utama.
Sholat adalah merupakan amalan ibadah yang pertama yang akan
dimintai pertanggung jawaban oleh Allah
swt., di hari kiamat . Rasulullah
saw, bersabda :
Artinya : "Yang pertama kali dihisab dari amalan-amalan
seorang hamba pada hari kiamat adalah sholat. Jika sholatnya baik maka baiklah
seluruh amalnya. Dan jika sholatnya rusak maka rusak seluruh
amalnya". (HR. Thabrani)
Pada hari hisab amal yang pertama dihisab adalah sholat. Bagi
orang yang tak pernah sholat ia akan
ditempatkan di neraka saqor dan bagi orang yang melalaikan sholat akan
ditempatkan di neraka weil. Jika sholatnya seseorang baik maka seluruh
amal baiknya akan mengikutinya, tetapi bila jelek sholatnya maka akan jelek amalnya.
- Sholat Sebagai Pembeda Mukmin dan Kafir. Rasulullah
saw., bersabda :
Artinya :"Perbedaan antara seorang mukmin dengan seorang
kafir adalah meninggalkan sholat". (HR. Muslim)
- Sholat Sebagai
Rukun Islam Yang Ke Dua.
Sholat merupakan 5
sendi diantara kuatnya bangunan Islam. Kelimanya merupakan satu kesatuan
yang utuh dan tak bisa dipisahkan. Jika
salah satu sendi itu rapuh maka akan mempengaruhi yang lain. Rasulullah saw., bersabda :
Artinya : "Islam dibangun di atas lima sendi yaitu
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah dan bersaksi bahwa Nabi
Muhammad adalah utusan Allah, mendirikaan sholat, mengeluarkan zakat, melaksanakan
ibadah haji dan berpuasa di bulan
Ramadhan ". (HR. Bukhori Muslim dari ibnu Umar)
Sholat dalam Islam juga mempunyai beberapa hikmah. Adapun
beberapa hikmah Sholat adalah sebagai berikut :
- Membiasakan nidup bersih.
Orang yang
akan melaksanakan sholat terlebih
dahulu harus suci dari hadas dan najis, pakaian dan tempatnya dan lain
sebagainya. Dengan demikian sholat melatih seseorang agar cinta kebersihan.
Rasulullah saw., bersabda :
Artinya :"Kebersihan itu adalah sebagian dari iman". (HR. Bukhori Muslim)
- Terbiasa Hidup
sehat.
Seseorang diwajibkan berwudhu sebelum sholat. Kalau sholat 5
kali sehari ia berwudhu sebanyak 5 kali,
berarti kesehatan seorang muslim akan terpelihara.
- Pembinaan Disiplin
Waktu.
Melalui sholat tepat pada waktunya merupakan pembinaan
disiplin waktu. Allah swt., menjelaskan kepada
kita bahwa orang yang benar-benar
berada dalam kerugian adalah orang yang
yang tidak menghargai waktu sebagaimana dalam
Al-Qur'an surat Al-Ashr .
- Melatih Kesabaran.
Orang yang bisa
mendirikan sholat dengan benar akan menjadi kuat tekadnya dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan hidup, ia akan
menjadi orang yang sabar. Allah swt., berfirman :
Artinya :
" Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
Apabila ia ditimpa kesusahan ia
berkeluh kesah dan
apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali
orang-orang yang mengerjakan sholat yang mereka tetap mengerjakan sholatnya".
(Al-Ma'arij : 19 - 23 )
-
Mengikat Tali Persaudaraan Sesama Muslim.
Sholat
berjamaah dapat memupuk persaudaraan sesama muslim. Rasulullah saw., bersabda :
Artinya : "Orang mukmin dengan mukmin lainnya itu
laksana bangunan, yang sebagian memper-kokoh
bagian yang lainnya". ( HR. Bukhori Muslim )
- Mencegah Perbuatan
Keji dan Mungkar.
Hikmah sholat yang paling utama adalah dapat mencegah
perbuatan keji dan mungkar. Orang yang bisa mendirikan sholat dengan baik, akan
takut melakukan perbuatan keji dan
jahat, dia akan merasa selalu diawasi oleh Allah swt. Firman Allah swt;
Artinya :"Dan dirikanlah sholat, sesungguhnya sholat itu
mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar". (Al-Ankabaut : 45)
b. Puasa
Puasa menurut pengertian bahasa berarti menahan diri dari
segala sesuatu, seperti : menahan tidur, menahan berbicara, menahan makan,
menahan minum dan sebagainya. Menurut istilah puasa ialah menahan diri dari
makan, minum dan bersetubuh mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari
dengan niat melaksanakan perintah Allah swt; serta mengharap keridhoan-Nya.
Allah swt; berfirman:
Artinya :"Hai orang-orang beriman diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana telah
diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu
bertaqwa". (Al-Baqarah :183)
Jenis puasa ada bermacam-macam. Adapun macam-macam puasa
adalah sebagai berikut :
Ø
Puasa
wajib yaitu puasa Ramadhan, puasa nadzar,
puasa kafarat, puasa qodlo' dan puasa fidyah. (lihat Al-Baqoroh : 183 - 185,
Al-Maidah: 89, Al-Baqoroh: 186).
Ø
Puasa
sunat/tathowwu' seperti puasa senin kamis, puasa 6 hari bulan syawal, tanggal 9 dzulhijjah,
tanggal 10 muharram (Asy-Syura'), tiap tanggal 13, 14, 15 qomariah.
Ø
Puasa
haram seperti : puasa terus menerus, puasa
hari tasyri' ( 11, 12, 13 Dzulhijjah), puasa dua hari raya, puasa wanita yang
sedang haid/nifas, puasa sunat seorang istri tanpa izin suaminya ketika suami
bersamanya.
Ø
Puasa
makruh seperti puasa sunat dengan susah payah
(sakit, perjalanan dll), menghususkan pada hari jum'at dan sabtu kecuali pada
hari disunahkannya puasa.
Adapun syarat wajib puasa : Berakal, baligh dan kuat
mengerjakannya
Sedang syarat syahnya : Islam, mumayyiz (dapat membedakan
baik dan tidak baik), suci dari haid dan nifas bagi wanita, dalam waktu yang
dibolehhkan puasa.
Puasa juga juga harus memenuhi rukun dan rukun puasa: niat
sebelum melakukan puasa, menahan diri dari makan, minum, bersetubuh dan hal-hal
lain yang bisa membatalkan puasa (lihat Al-Baqarah : 187).
Hikmah
Puasa
a. Membentuk manusia sabar dan toleran.
Puasa
bukanlah amal lahir yang dapat dilihat semata tetapi puasa adalah amal rohani
yang hanya dilihat oleh Allah swt, oleh karena itu puasa adalah amal batin yang
berbentuk kesabaran semata sebagaimana Rasulullah bersabda :
Artinya
:"Puasa adalalah separuh kesabaran dan sabar itu adalah separuh
iman". (HR. Baihaqi)
b. Membentuk jiwa amanah dan hanya bertanggung jawab hanya
kepada Allah swt.
c. Membentuk akhlakul karimah.
Dengan
puasa dia akan dapat berbuat baik dan mulia karena perbuatan-perbuatan jahat dapat
menghalangi pahalanya puasa. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
Artinya
:"Lima perkara yang dapat menghalangi pahalanya pahalanya puasa yaitu,
dusta, ghibah, namimah, sumpah palsu, melihat lawan jenis dengan syahwat".
(HR. At-Tirmidzi)
d. Mendidik manusia untuk berlaku jujur.Tidak ada seorangpun
yang dapat mengetahui kita puasa atau tidak kecuali kita sendiri kepada Allah
swt; ini berarti puasa melatih jujur dalam beribadah dan beriman karena Allah
swt.
e. Mengembangkan kepekaan sosial.
Orang
yang berpuasa akan bisa mengukur dan merasakan betapa pedihnya orang miskin dan
kesusahan karena ketidak tersediaanya makanan dan uang belanja.
f. Melatih ketahanan mental.
Berpuasa
berarti mengistirahatkan anggota badan yang mengolah penceraan makanan, hal ini
akan membentuk anggota badan menjadi terbiasa dan kuat .
g. Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah swt.
RANGKUMAN
1. Sumber hukum Islam yang disepakati jumhur ulama adalah Al Qur’an,
Hadits, Ijma’ dan Qiyas.
2. Hukum taklifi adalah
hukum yang menjelaskan tentang perintah, larangan dan pilihan untuk menjalankan
atau meninggalkan suatu kegiatan/pekerjaan. Hukum taklifi terdiri dari 4 macam
yaitu ijab, nadb, tahrim dan karohah.
3.
tugas yang paling
esensial dari seorang hamba Tuhan adalah mengabdi dan beribadah kepadaNya. Ibadah
berlaku pada semua aktifitas karena itu ibadah terdapat 2 klasifikasi yaitu :
-
Ibadah
Khusus (ibadah mahdhah) yaitu ibadah yang langsung berhubungan kepada
Allah SWT atau ibadah yang berkaitan dengan arkanul Islam seperti syahadat,
sholat, puasa dan haji.
-
Ibadah Amm/umum (ibadah
ghoiru mahdhah) yaitu segala aktivitas yang titik tolaknya ikhlas dan
ditujukan untuk mencapai ridho Allah SWT
berupa amal shaleh.
KAMUS
ISTILAH
-
Mukallaf = muslim yang sudah
dikenai kewajiban melaksanakan perintah
dan menjauhi larangan
-
Hukum
syara’ = hukum Islam
-
Jumhur
ulama = golongan terbanyak
ulama
-
Muamalah = hal-hal yang berhubungan
dengan kemasyarakatan
-
Mukallaf = orang yang sudah
baligh/dewasa yang wajib menjalankan
hukum agama
-
Rowi = orang yang
meriwayatkan hadits
PERNIK-PERNIK
Mazhab
dalam Islam
Berdasarkan
aliran dalam Islam yang ada saat ini, secara umum terdapat dua aliran besar
yaitu Sunni dan Shiah. Empat aliran besar (madhab) yang tergolong dalam
aliran sunni adalah Madhad Hanafi, Maliki, Hambali, dan Shafi’i.
Sedangkan satu aliran yang terdapat dalam Shiah adalah Madhab Shiah itu
sendiri.
Madhad Hanafi dikembangkan oleh seorang ulama dan
cendekiawan muslim yaitu Imam Abu Hanifa (80-150 H, atau 702-772M), dan
muridnya yang terkenal Abu Yusuf dan Muhammad. Mereka menekankan pada
penggunaan alasan-alasan dan shura
atau diskusi kelompok daripada semata-mata mengikuti aturan atau tradisi yang
telah ada secara turun temurun. Madhab ini paling banyak berkembang dan
dikuti di India dan Timur Tengah, serta pernah menjadi mdhab resmi yang
digunakan di Turki (dinasti ottoman).
Madhab Maliki mengikuti ajaran-ajaran yang dikembangkan
oleh ulama dan cendekiawan muslim Imam Malik (lahir 95H atau 717M) yang
menitikberatkan pada praktek-prakte yang diterapkan penduduk di Madinah sebagai
suatu bentuk contoh kehidupan Islam yang paling otentik. Saat ini,
ajaran-ajaran Imam Malik atau madhab Maliki paling banyak ditemui hampir di
seluruh bagian wialayah muslim di benua Afrika.
Madhab Hambali dikembangkan oleh ulama dan cendekiawan
muslim yang bernama Imam Ahmad ibnu Hambali (lahir 164H atau 799M) yang
menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi dan ketuhanan serta mengadopsi pandangan
yang tegas terhadap hukum. Saat ini madhab Hambali secara dominan
diterapkan di saudi Arabia.
Madhab Shafi’i didirikan oleh seorang ulama dan cendekiawan
bernama Imam As-Shafii (lahir 150H atau 772M) adalah merupakan murid dari Imam
Malik dan pernah belajar dari beberapa tokoh cendekian muslim yang paling
terkemuka pada saat itu. Imam As-Shafii terkenal karena ke-moderat-annya
dan penilaiannya yang berimbang, dan walaupun Beliau menghormati tradisi, Imam
As-Shafii mengevalusinya secara lebih kritis dibandingkan dengan Imam
Malik. Para pengikut madhab Shafii secara dominan diikuti oleh umat
muslim yang berada di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Madhab Shiah
yang dianut oleh sekitar 10% umat muslim saat ini, menurut sebagian cendekiawan
lebih diakibatkan sebagai akibat dari pergesekan politik dalam dunia muslim
terhadap pendapat bahwa pemimpin umat muslim harus selalu merupakan keturunan
dari keluarga Ali, yaitu keponakan dari Rasulullah sekaligus suami dari puteri
nabi Fatimah. Madhab yang masih memiliki sub-madhab (katakanlah seperti
itu) seperti Ithna’ashaaris dan
Isma’ilis saat
ini ditemui secara dominan di negara Iran, serta memiliki pengikut yang juga
mayoritas di Iraq, India, dan negara-negara kawasan teluk
Posting Komentar